Oleh: Ridho Sitorus, LBH Sembada
Pengertian tanah garapan dapat dilihat dalam Keputusan BPN Nomor 2 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa suatu tanah yang sudah atau belum dilekatkan sebuah hak untuk dikerjakan dan digunakan oleh pihak lain dengan persetujuan tanpa persetujuan baik yang berhak atau tanpa jangka waktu tertentu. Menurut Hukum Konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) dan pada Pasal 1 ayat (2) UUPA memberikan gambaran bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat.
Namun dalam Undang-Undang Pokok Agraaria (UUPA) tanah garapan tidak ada mengatur hal ini dikarenakan bukan status hak, tetapi UUPA sendiri bertujuan membuat dasar-dasar bagi hukum agraria yang merupakan alat membawa kesejahteraan, kebahagiaan dan adanya rasa keadilan rakyat dan kepastian hukum. Dapat diihat pada Pasal 6 UUPA ditulis menyebutkan hak atas tanah mempunya fungsi sosial. Fungsi Sosial ini berarti adanya hak atas tanah apapun yang ada pada diri seseorang yang digunakan semata-mata untuk kepentingan-kepentingan individu, dan untuk tidak merugikan orang lain.
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tanah garapan yang sudah dilekati dengan suatu hak, bila hak merupakan hak milik, maka tidak bisa didaftarkan sebagai hak milik oleh penggarap/pemegang hak milik, hal ini berdasarkan pada Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dipunyai oleh seorang atas tanah. Namun ada pengecualian dalam hak milik ini yaitu sudah jatuh kepada negara sebagiamana dalam Pasal 27 huruf a UUPA “tanah garapan jatuh kepada negara” :
1. Pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
2. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya ;
3. Diterlantarkan;
4. Ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2)
Untuk mencegah terjadinya penggarapan liar yan dilakukan oleh masyarakat secara terus-menerus maka dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1954 Pasal 2 (1) “Kalau didalam sesuatu daerah terjadi pemakaian tanah perkebunah oleh rakyat, maka Menteri Agraria dapat meminta agar oleh Gubernur atau penjabat lainnya atau oleh sesuatu panitya diadakan perundingan dengan pengusaha dan rakyat yang bersangkutan, untuk memperolah persetujuan tentang penyelesaian soal pemakaian tanah itu”.
Hak Guna Usaha atau HGU berdasarkan pada UUPA Pasal 28 ayat (1) Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 28 Ayat (1) yang dimaksud denga Hak Guna Usaha adalah Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Sementara pada pengertian Hak Guna Usaha sendiri dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 40 Tahun 1996 Hak Guna Usaha ini menggunakan tanah yang bukan milik sendiri guna perusahaan bidang pertanian, perikanan, peternakan. Terjadinya tanah garapan areal eks HGU Kebun Helvetia Medan itu dikarenakan tidak terpenuhinya isi dari Pasal 34 UUPA tentang hapusnya Hak Guna Usaha.
Selain tidak terpenuhinya isi dari Pasal 34 UUPA, adanya faktor lain yang mengakibatkan terjadinya tanah garapan areal eks HGU Kebun Helvetia Medan,
1. Tanah ditelantarkan
2. Sudah menjadi Perkampungan
3. Sudah ada sejak nenek moyang (tanah ulayat) tanah yang turun-temurun sudah diakui keberadaan oleh pemerintah
4. Pensiunan karyawan perusahaan atau ahli waris dari Perusahan diatas HGU
Penyelesaian sengketa tanah garapan areal Eks HGU Kebun Helvetia Medan ini juga telah melakukan penyelesaian secara non litigasi (mediasi, negosiasi, sosialisasi) dan litigasi (administratif di Pengadilan). Penyelesaian secara litigasi dilangsungkan baik dari Pihak PT. Perkebunan Nusantara II, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah Daerah, melalui lembaga. Penyelesaian secara non litigasi dilaksanakan dengan mediasi. Tapi penyelesaian secara mediasi tidak efektif dan gagal, sehingga penyelesaian sengketa tidak tundas ataupun tidak terselesaikan. Maka untuk mengatasi hal tersebut Gubernur Sumatera Utara membetuk “Panitia B Plus” sesuai dengan KPTS No. 593.4/065/K Tahun 2000 pada tanggal 11 Februari 200 dengan hal “Pembentukan Panitia Penyelesaian Perpanjangan Hak Guna Usaha PT. Perkebunan Nusantara II Dan Penyelesaian Masalah Tuntutan/Garapan Rakyat Areal PT. Perkebunan Nusantara II. Selanjutnya dirubah dengan KPTS No. 593.4/2060/K Tahun 2000 tanggal 17 Mei 2000 tentang “Perubahan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor. 593.4/065/K Tahun 2000 Tentang Pembentukan Panitia Penyelesaian Perpanjangan HGU PT. Perkebunan Nusantara II dan Penyelesaian Masalah Tuntutan/Garapan Rakyat atas Areal PT. Perkebunan Nusantara II” dimana Panitia B Plus tersebut PT. Perkebunan Nusantara II sebagaii pemohon tidak diikut sertakan.
Hasil Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah B Plus pada areal HGU PT. Perkebunan Nusantara II, HGU tersebut yang tidak bermasalah tertuang pada SK BPN No. 51-52/HGU/BPN/2000 tanggal 12 Oktober 2000, SK BPN No. 53//HGU/BPN/2000 untuk wilayah Kabupaten Deli serdang seluas 20.467,513 Ha dan SK BPN No. 57/HGU/BPN/2000 tanggal 06 Desember 2000 untuk wilayah Kabupaten Langkat seluas 18.143,672 Ha, sedangkan sisanya ditangguhkan untuk diadakan penelitian kembali oleh “Panitia B Plus”. Dari areal HGU yang bermasalah “Panitia B Plus” membuat suatu rekomendasi, terbit SK BPN No. 42-43-44/HGU/BPN/20002 tertanggal 9 November 2002, Pada tahum 2004 Gubernur Sumatera Utara kembali menerbitkan KPTS No. 593.05/1019.K/2004 tertanggal 1 Juni 2004 Tentang “Pembentukan Tim Inventarisasi dan Seleksi Dalam Rangka Pelaksanaan Pegaturan Penguasaan, Pemilikan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah Bekas HGU PTPN II seluas 5.873.06 Ha yang letaknya di Serdang, Langkat dan Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara. Namun Tim ini tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
Berdasarkan penguraian dari pembahasan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan adalah penyelesaian sengketa tanah garapan di areal eks PTPN II Kebun Helvetia yang dilakukan oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara II, Badan Pertanahan Nasional (BPN), masyarakat (penggarap) dan kelompok tani secara administratif maupun pengadilan masih berlangsung, disebabkan karena penyelesaian secara alternatif seperti negosiasi dan mediasi yang dilaksanakan tidak efektif sehingga penyelesaian tanah garapan di areal Eks HGU PTPN II Kebun Helvetia belum terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Urip Santoso, (2012). Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: KENCANA.
(Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 2003tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota.)
Keputusan Kepala BPN Nomor 42/HGU/BPN/2002 Tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha Atas Tanah Terletak di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara
(Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1960 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH)
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria)
https://www.rmolsumut.id/lbh-medan-lahan-eks-hgu-ptpn-ii-tidak-berhak-dialihkan-ke-pihak-ketiga
Tinggalkan Balasan