PERHATIAN PEMERINTAH TERHADAP HAK PENYANDANG DISABILITAS DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA

Oleh :

  1. Adnan Briantoni
  2. Muhammad Alvian Hakim
  3. Yurisdan Angga Abdurrachman

Pendahuluan

Di Negara Indonesia Undang-undang Cipta Kerja disebut dengan istilah Omnibus Law, hal ini dikarenakan ada 3 (tiga)  RUU yang sekaligus dirancang menjadi 1 (satu). Antara lain ada RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Ide dalam pembuatan Omnibus Law tersebut sebelumnya telah diutarakan oleh Sofyan Djalil selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2017 sebagaimana dilansir welalui web oleh (okezone.com). dimana banyak sekali aturan yang menghambat percepatan pembangunan lantaran adanya peraturan yang saling berbenturan sehingga pemerintah telah menggodok dibuatnya UU omnibus sebagai salah satu upaya mempersingkat perizinan. Edmond Makarim dalam pidatonya pada diskusi Perhimpunan Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia pada 6 Februari 2020 menyampaikan bahwa Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Teknologi dan Informasi Elektronik merupakan salah satu contoh dari omnibus law dimana isu hukum mengenai siber telah berhasil dituangkan dalam satu Undang-undang yang mengisi kekosongan hukum.

Munculnya ide Omnibus Law adalah kerumitan untuk berinvestasi di Indonesia, kerumitan ini muncul dalam beberapa hal yaitu dari perijinan, perpajakan, pengadaan tanah, dan aspek lainnya yang terkait dengan investasi. Adapun harapan dengan adanya Omnibus Law supaya dapat memudahkan investor dalam berinvestasi.

Adapun manfaat investasi bagi negara adalah (1) mendapatkan modal baru untuk membantu pemerintah membangun infrastruktur, (2) membuka lapangan kerja, (3) kemajuan bidang tertentu, (4) meningkatkan pemasukan negara, dan (5) perlindungan negara.

Disamping itu, Negara Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung hak-hak warga negaranya, dalam hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur mengenai hak-hak mendasar yang wajib mendapatkan perlindungan diantaranya yang termasuk dalam hak-hak sipit dan politik serta yang termasuk dalm hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu juga mencakup hak-hak yang diantaranya juga mengatur hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga, dan serta hak untuk mendapat pekerjaan. Dalam dunia kerja, para pekerja juga mendapat Hak-hak sebagai karyawan atau pekerja, seperti hak untuk mendapat upah, hak untuk ikut berserikat, hak penempataan pekerjaan, hak pelatihaan kerja dan hak mendapat kesempataan dan perlakuan yang sama.

Konsep Hak Asasi Manusia pada dasarnya adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena di berikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan masrtabatnya sebagai manusia.

Para pekerja yang berada di Negara Indonesia berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda, baik berbeda suku, agama, ras dan budaya, bahkan dari segi fisik adapula yang berbeda. misalnya, terdapat pekerja yang memiliki predikat penyandang  disabilitas. Memang pekerjaan tidak hanya diperuntukan untuk orang yang tidak ber-kebutuhaan khusus, namun  juga diperentukan untuk orang yang bekerja dengan ber-kebutuhaan khusus. Mereka yang ber-kebutuhan khusus juga mendapat kesempatan yang sama untuk berkerja, untuk mendapat upah demi kelangsungan hidup mereka. Terkhusus terhadap Para pekerja dengan penyandang disabilitas tentu harus mendapat perhatian yang lebih,dan fasilitas baik sarana maupun prasarana yang mumpuni atau yang dapat memudahkan dalam menunjang pekerjaan.

Pembahasan

            Undang-Undang Cipta Kerja atau yang biasa disebut UU Ciptaker atau Omnibus law ynag disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 menimbulkan banyak polemik di kalangan masyarakat, khususnya Mahasiswa dan kaum buruh. Banyaknya polemic yang ditimbulkan dari Pengesahaan Undang-Undang Cipta Kerja menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat, apa Undang-Undang Cipta Kerja itu sendiri,mengapa dapat menimbulkan gejolak di berbagai lapisan masyarakat yang salah satunya adalah bagi penyandang disabilitas, yang dirasa kurang diperhatikan dalam pembahasaan di Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga menimbulkan banyak polemic di masyarakat.

            Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja merupakan Undang-Undang yang disusun tujuannya beberapa diantaranya adalah menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi dari dalam dan luar negeri, dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Dalam pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja perhatian yang diisyaratkan pemerintah hanya mencakup fasilitas dalam pelayaan publik saja tidak mencakup secara luas tentang kebutuhaan penyandang disabilitas, padahal penyandang disabilitas miliki kerakteristik kekurang yang berbeda-beda, yang beberapa diantaranya adalah tuna rungu, tuna wicara, tuna netra dan yang lainya.

Seperti yang diatur dalam Pasal 67 Undang-undang No.13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur bahwa “(1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. (2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”. namun dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja hanya mengatur tentang penyediaan insfrastrukturnya saja tanpa mengatur tentang penyediaan alat bantu bagi penyandang disabilitas.

Kemudian mengacu pada Pasal 14 Undang-Undang No.4 Tahun 1997 bahwa perusahaan negara maupun swasta mewajibkan untuk menjamin kesempataan bekerja tanpa diskriminasi terhadap penyandang cacat serta menegaskan hak-hak yang diperolehnya. Dalam hal ini kesempataan dalam mendapat kesamaan kedudukan hak dan kewajiban bagi penyandang disabilitas hanya dapat diwujudkan Ketika tersedia aksesibilitas yaitu sebuah kemudahaan bagi penyandang disabilitas untuk mencapai kesamaan kesempataan dalam memperoleh kesamaan kedudukan hak dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

Disisi lain Undang-Undang Cipta Kerja menghilangkan kuota 1 persen bagi perusahaan swasta dan 2 persen bagi Lembaga pemerintah. Sedangkan dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Penyandang Disabilitas mengungkapkan pengusaha harus memperkerjakan sekurang kurangnya 1 orang penyandang cacat dari kualifikasi 100 orang pekerja di perusahaannya.

Selain menghilangkan peraturan tentang kuota bagi penyadang disabilitas, Undang-Undang Cipta Kerja juga telah menghilangkan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dalam Undang-undang Cipta Kerja, yang mengatur persyaratan kemudahaan hubungan ke, dari dan didalam bangunan Gedung berupa aksesatbilitas bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia. Dengan dihapusnya pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Bangunan Gedung maka Undang-undang Cipta Kerja justru tidak mendukung pemenuhaan hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan akomodasi yang layak dalam dunia keja.

Kesimpulan

            Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada tahun 2020 menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal tesebut dapat disebabkan karena Undang-Undang Cipta Kerja banyak mengubah, menambah, serta menghapuskan beberapa pasal dalam Undang-Undang yang berlaku. Banyak sekali perubahan yang dilakukan, dari mulai mengatur tentang investasi, umkm, ketenagakerjaan, bangunan, serta banyak lainnya. Dari berbagai perubahan tersebut dirasa kurang adil dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas, pasalnya perubahan-perubahan diatas kurang berpihak pada para penyandang disabilitas. Seperti menghilangkan kuota tenaga kerja disabilitas bagi perusahaan swasta dan pemerintah yang ada dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Penyandang Disabilitas, serta penghapusan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undang-Undang Cipta Kerja seharusmya juga memperhatikan hak hak penyandang disabilitas dan memperlakukannya secara adil. Mengingat banyak pasal-pasal yang diatur didalamnya namun sangat minim dalam hal memperhatikan hak penyadang disabilitas.

Daftar Pustaka

  • Alston Philip, Franz Magnis-Suseno, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, Hal-253, Hal-11
  • Adhi Setyo Prabowo, Andhika Nugraha Triputra, Yoyok Junaidi, 2020, Politik Hukum Omnibus Law di Indonesia, Jurnal Pamator, Vol 13 : hal 1-6
  • Suhartoyo, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Penyandang Disabilitas Di Indonesia, (dikutip melalui Media.neliti.com)
  • Undang-Undang No.13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan
  • Undang-Undang No.4 Tahun 1997 dan PP Nomor. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkataan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas
Categories:

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Open chat
    Hi
    Ada Yang bisa kami bantu..??